Eropa Prancis

Menyusuri Lorong-lorong Abad Pertengahan Mont Saint Michel

Bus yang membawa saya melaju pelan. Saya baru saja meninggalkan Stasiun Pontorson, satu-satunya stasiun kereta di kota kecil bernama serupa.

DSC08844
Stasiun Kereta Satu-satunya di Kota Pontorson, Normandy.

Siang itu cerah. Bus ber-deck rendah ini merupakan shuttle bus yang akan membawa saya ke salah satu tempat wisata utama di Normandy, Prancis Barat: Sebuah pulau berbentuk bukit kecil bernama Mont Saint Michel yang telah ditetapkan menjadi situs warisan dunia oleh UNESCO.

Mont Saint Michel
Mont Saint Michel
DSC09089
Shuttle Bus yang Melayani Rute Pontorson – Mont Saint Michel

Dengan jumlah kunjungan wisatawan mencapai 3 juta orang per tahunnya, Mont Saint Michel berada di urutan tiga tujuan wisata yang paling banyak dikunjungi di Prancis. Keberhasilan meraih posisi tersebut sebenarnya cukup mengagumkan mengingat Mont Saint Michel sama sekali tidak berlokasi di daerah yang mudah dicapai.

Berjarak sekitar 250 km dari Paris, Mont Saint Michel bisa didatangi dengan menggunakan kereta ke kota-kota kecil di dekatnya, kemudian dilanjutkan dengan shuttle bus menuju ke pulau tersebut.

Kota yang saya pilih sebagai tempat transit adalah Pontorson. Hanya butuh 15 menit dari kota ini untuk menuju ke Mont Saint Michel. Begitu keluar dari stasiun kereta, calon pengunjung dapat langsung menaiki shuttle bus yang beroperasi dengan jadwal tertentu setiap harinya.

DSC08563
Satu Sudut yang Ramai di Kota Pontorson

Bus terus melaju keluar Pontorson, melewati hamparan padang rumput hijau kecoklatan di kiri dan kanan jalan. Sesekali terlihat kawanan ternak yang sedang merumput dilatarbelakangi kincir angin dan lumbung-lumbung pertanian.

DSC09094
Padang Rumput di Kiri Kanan Jalan Menuju Mont Saint Michel

Semakin lama, padang rumput luas tadi mulai berganti dengan kawasan pantai dengan bentangan pasir kelabu. Perlahan, Mont Saint Michel mulai terlihat di balik kaca depan bus yang saya naiki.

DSC08586
Mont Saint Michel Dilihat dari Kejauhan

Sekalipun dari kejauhan, kesan mengagumkan tidak dapat terelakkan.

DSC08861
Mont Saint Michel dari Balik Jendela Bus

Pulau berbentuk bukit ini –berikut biara dan gereja di puncak, serta rumah dan bangunan-bangunan bergaya abad pertengahan yang menempel di sekeliling bukit dan menciptakan siluet kerucut- telah menjadi inspirasi beragam budaya pop di seluruh dunia.

Anda pernah menonton film animasi Disney berjudul Tangled? Nah, desain kastil negeri Corona dalam film itu didasarkan pada bentuk Mont Saint Michel ini.

Disney Tangled Castle

Selain itu, Peter Jackson, sutradara film kolosal the Lord of the Rings, juga menjadikan bangunan ini sebagai inspirasi dari kota Minas Tirith dalam seri tersebut.

Minas Tirith
Minas Tirith dalam Seri The Lord of The Rings (Sumber: Pencarian Google.com)

Lantas, apa sih sebenarnya daya tarik pulau ini?

AWAL MULA MONT SAINT MICHEL

Mont Saint Michel atau Mount Saint Michael sejatinya merupakan tempat ziarah kristiani di Normandy, Prancis Barat, yang sudah ada sejak abad ke-8.

Menurut legenda, pada tahun 709, Michel (dalam Bahasa Inggris disebut Michael dan dalam Bahasa Arab disebut Mika’il), salah satu malaikat Tuhan yang utama, berulang kali menampakkan diri kepada Uskup Avranches bernama Saint Aubert melalui mimpi.

Uskup tersebut diperintah untuk membangun biara di puncak bukit kecil di hutan Scissy, di pesisir pantai Normandy. Ia patuh, lalu kemudian mendirikan biara kecil di tempat tersebut.

DSC08906
Maket Bentuk Awal Mont Saint Michel

Perubahan cuaca selama ratusan tahun membuat bukit Saint Michel lama-kelamaan digenangi air laut sehingga berubah menjadi sebuah pulau yang terpisah dari daratan utama.

Lambat laun, biarawan berdatangan ke pulau ini untuk bermeditasi. Saat itu, mencapai lokasi biara di puncak bukit yang dikelilingi laut tersebut bukanlah hal mudah. Biarawan harus berperahu menembus lautan yang acapkali ditutupi kabut tebal dan dihantam ombak besar.

Begitu mendarat di pulau pun mereka harus tetap berhati-hati melangkah agar tidak terjebak lumpur dan pasir hisap yang banyak terdapat di pantai sekeliling pulau.

Sejak tahun 1020, para biarawan yang datang mulai membangun gereja berdekatan dengan biara kecil yang dibangun Saint Aubert. Pondasi gereja ini berada di ketinggian 70 meter dari permukaan laut.

Saat ini, wisatawan yang ingin menyambangi Mont Saint Michel tidak lagi perlu menyeberang dengan perahu. Sudah tersedia jembatan yang menghubungkan pulau dengan daratan utama serta akses transportasi berupa bus umum untuk kembali ke kota terdekat.

DSC09077
Jembatan dan Bus yang Mempermudah Akses ke Mont Saint Michel di Halte Terakhir

Tidak hanya Prancis, negara kecil Singapura ternyata juga menyimpan wisata reliji antimainstream di sudut kotanya. Anda bisa membaca ulasannya di sini.

Bus yang saya tumpangi berhenti di halte terakhir, sekitar 50 meter dari pulau. Dari sini penumpang harus turun dan berjalan kaki ke Mont Saint Michel.

Saya memilih untuk melihat-lihat pantai di sekeliling pulau terlebih dahulu.

DSC08730
Sejumlah Pengunjung Bercengkrama di Tepi Pantai

Rupanya tidak ada yang istimewa. Saat itu air laut sedang surut sehingga pasir pantai yang bercampur lumpur terlihat jelas, menyisakan warna abu-abu kehitaman di seantero pantai. Beberapa pengunjung terlihat berbincang di pantai sambil menikmati angin, deru ombak, dan kicauan camar yang sesekali mengangkasa.

Setelah puas, saya teruskan perjalanan menuju Mont Saint Michel.

Selayaknya benteng, dasar bukit ini dikelilingi tembok dengan satu gerbang utama yang merupakan akses untuk masuk ke bukit dan menjelajahi pulau.

DSC08873
Tembok yang Mengelilingi Dasar Bukit

Ada beberapa anak tangga kayu yang dapat dilalui untuk menuju pelataran batu yang berujung pada gerbang desa. Dengan dua daun pintu yang terbuat dari kayu tebal, gerbang desa ini langsung memberikan kesan abad pertengahan saat pertama kali terlihat.

Tidak lama setelah berjalan melewati gerbang, saya sudah berada di lorong utama Mont Saint Michel yang dikenal dengan nama the Grand Rue. Rumah-rumah nelayan dan petani, toko-toko cenderamata, kafe, penginapan, dan restoran, berdempetan di kedua sisi lorong.

DSC08648
Desa Nelayan dan Petani di Dasar Bukit
DSC08650
The Grand Rue

Di siang hingga sore hari kawasan ini penuh sesak dijejali wisatawan. Namun, saat malam menjelang, lorong-lorong ini akan kembali sepi, menyisakan sekitar 50 warga yang benar-benar menetap setiap harinya di pulau ini.

DSC08658
Seluruh Bangunan Masih Menyerupai Bentuk Aslinya

Saat menyusuri lorong-lorong panjang di Mont Saint Michel, kita seperti dilempar kembali ke abad pertengahan. Jalanan batu sempit yang menanjak mengular melewati rumah-rumah batu berjendela kayu dengan ornamen kayu bersilangan di lantai atasnya.

DSC08653
Beragam Kue dan Biskuit Bertema Mont Saint Michel yang Dijual sebagai Oleh-oleh

Di depan hampir setiap toko bergelantungan papan nama khas berwarna warni. Semua bangunan tadi mempertahankan bentuk aslinya, menciptakan sensasi mesin waktu yang membuat kita bisa membayangkan suasana tempat ini pada masa lampau.

DSC08655

Semakin menjauhi desa dan mendekati puncak, area komersial dan keramaian semakin berkurang.

Di penghujung lorong, terdapat satu gereja kecil yang sepi. Saya sempatkan untuk masuk. Bagian dalam gereja hanya diterangi oleh gelas-gelas lilin dan sedikit cahaya yang menembus jendela kaca berornamen. Sebuah lampu hias tergantung di langit-langit melengkung. Di sudut ruangan, dua orang terlihat berdoa di dekat kapel, lirih dan khusyuk.

Tak lama, saya keluar, melanjutkan perjalanan.

Beberapa jauh melangkah, saya menengadah, melirik ke arah puncak bukit. Bangunan biara dan gereja terlihat menjulang ke angkasa, berlatar langit biru.

DSC08669
Biara dan Gereja di Puncak Bukit

Saya berhenti sejenak, mengambil beberapa foto untuk merekam bangunan kokoh di depan mata. Saya cukup terkesan membayangkan metode konstruksi dan peralatan sederhana yang mereka gunakan pada zaman itu sudah mampu menghasilkan bangunan-bangunan luar biasa di pulau berjuluk La Merveille -Yang Mengagumkan- ini.

Jalan batu yang tadi saya lalui berakhir di sebuah tangga besar menuju biara.

Sisi kanan tangga adalah dinding batu tinggi, sementara di sisi kanan terdapat sebuah pagar batu sepinggang. Melempar pandangan ke arah kiri, saya bisa menyaksikan horizon pantai di sekeliling pulau. Tiupan angin mulai terasa kencang di sekitar sini.

Saya naiki anak tangga, menuju aula depan biara.

Untuk dapat menjelajahi biara dan gereja utama, pengunjung terlebih dahulu harus membeli tiket di sini. Tersedia juga pemandu bagi yang ingin memperoleh informasi lebih lengkap tentang Mont Saint Michel. Setelah memiliki tiket, pengunjung dapat langsung memasuki biara.

DSC08885
Antrian Pengunjung yang Membeli Tiket Masuk

Biara Saint Michel pada abad pertengahan berfungsi sebagai ‘sekolah’ bagi para biarawan untuk mendalami agama. Di sini, sejak matahari terbit hingga terbenam, seluruh biarawan melaksanakan bermacam kegiatan seperti berdoa 7 kali sehari, makan tanpa bicara, membaca buku di perpustakaan yang didirikan sejak abad 11, menyalin dan menghiasi kitab dengan lukisan, membersihkan biara, serta bermeditasi. Biarawan diizinkan beristirahat di lorong-lorong biara pada sore hari.

Selain fungsi utama tersebut, biara juga berfungsi sebagai penginapan bagi para pengelana, rumah sakit, dan tempat pengungsian bagi gelandangan dan orang miskin.

Biara Saint Michel dibangun dengan gaya gotik yang pekat, dengan puncak bangunan meruncing dan langit-langit melengkung. Dapur dan ruang penyimpanan berada di tingkat paling bawah. Di lantai ini juga terdapat ruangan tempat biarawan membagikan makanan dan sedekah kepada orang miskin yang datang meminta-minta.

DSC08901.JPG
Lorong Dinding Gereja dan Biara

Sisi utara biara ini -yang dibangun sejak abad 13- membentuk dinding vertikal yang menjulang 40 meter dari batuan karang di bawahnya.

DSC08935
Sisi Utara Gereja

Di lantai dua terdapat ruang pertemuan, dan ruang menulis, sementara di lantai tiga yang terbuka ke arah gereja terdapat ruang makan dan asrama biarawan.

Di bagian atas ini juga terdapat sebuah taman di tengah-tengah koridor berpilar. Mengingatkan pada koridor-koridor kastil di Inggris yang sering muncul dalam film Harry Potter.

DSC08967
Taman di Puncak Mont Saint Michel

Di bagian puncak terdapat gereja utama dengan langit-langit tinggi dan pilar-pilar batu. Dominasi warna kelabu dan coklat mewarnai ruangan gereja ini.

DSC08945
Gereja Utama

Puas berkeliling, saya menyempatkan diri melepas pandang ke area terbuka di puncak biara. Di sini pengunjung bisa menikmati pemandangan 360° ke area sekeliling Mont Saint Michel.

DSC08927
Pelataran Terbuka di Puncak Biara
DSC08914
Pengunjung Bisa Menyaksikan Panorama Sekeliling

Sejauh mata memandang, tersaji pantai dan lautan. Jalanan, jembatan penghubung ke pulau, serta perhentian bus juga bisa disaksikan dari sini.

DSC08918
Jembatan Penghubung dari Kejauhan
DSC08933
Pemandangan dari Puncak

Tidak terasa, gelap menjelang.

Saya dan pengunjung lainnya perlahan mulai berjalan meninggalkan puncak bukit dan kembali menyusuri lorong-lorong menuju desa di bawah. Kaki harus terus melangkah menyeberangi jembatan hingga ke halte bus, di mana bus yang akan membawa kami kembali ke kota berada.

DSC08747
Menjelang Gelap

Seiring senja, lampu-lampu di seluruh bukit mulai menyala, menyebarkan warna kuning ke bangunan di sekitarnya. Beberapa kafe dan restoran sudah tutup, sementara penjaga toko-toko juga bersiap membereskan barang dagangannya.

DSC08761
Restoran yang Tutup di Saat Petang
DSC08758
Lampu-lampu Kuning Mendominasi Di Malam Hari
DSC08752
Lorong-lorong Mont Saint Michel di Senja Hari

Sejumlah lampu sorot diarahkan ke biara, memastikan bangunan  utama tersebut tetap terlihat dari kejauhan, meskipun gelap menyelimuti.

DSC08792
Biara Saint Michel diterangi Lampu Sorot
DSC08817
Mont Saint Michel di Malam Hari

Di malam hari, Mont Saint Michel akan kembali sepi.

Sepi yang sesekali ditimpali debur ombak dan suara angin yang bertiup menyusuri jalanan kosong.

Kesunyian yang sama, seperti ratusan tahun sebelumnya, saat Saint Aubert pertama kali berkunjung, bertekad membangun biara dan berhasil mewujudkan impiannya.

5 comments

  1. Baru ngeh di Tangled nama negerinya itu Corona muahaha ya ampun.
    Soal Mont Saint Michel ini kalau beli buku fotografi-travel hampir selalu ada. Bahkan aku ada satu buku yang menjadikan tempat ini sebagai kavernya.

    Liked by 1 person

    1. Iya ya. Sekarang bawaannya parno kalo denger istilah Corona, padahal dulu waktu filmnya dirilis kita bahkan ga terlalu perhatian sama nama kerajaannya ya. :))

      Mungkin yang bikin Saint Michel cukup sering “dieksploitasi” di berbagai merchandise karena lokasinya yang cukup unik ya. Nemplok sendiri di satu pulau. Beda sama lokasi kastil-kastil lain pada umumnya hehe.

      Liked by 1 person

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: