New York adalah contoh megapolitan yang sangat mengagumkan. Segala jenis aktivitas, mulai dari perdagangan, perekonomian, wisata, sains, media, serta hiburan, bisa ditemukan di sini.
Nyaris setiap sudut kota terisi oleh bangunan pencakar langit yang berdempetan, membuat penduduknya sulit melihat posisi matahari karena lebih sering berada di dalam bayang-bayang gedung. Kecuali tentunya jika mereka sejenak bersantai di ruang terbuka hijau semacam Central Park atau High Line.

New York juga dikenal dengan penduduknya yang sangat heterogen. Kota ini menjadi semacam kuali raksasa yang memanaskan semua jenis manusia dengan ras, agama, sifat, hingga bakat dan kemampuan yang berbeda. Seluruhnya berkompetisi untuk bertahan hidup dalam lingkungan dan tekanan khas kota besar.
Dengan segala kekayaan dan daya tariknya tersebut, saya menemukan beberapa hal yang menurut saya agak mengganggu pengunjung saat pertama kali mendatangi kota yang tidak pernah tidur tersebut.
1. Subway yang Membingungkan dan Sering Bermasalah
Dengan panjang jalur 375 kilometer, 469 stasiun, dan jumlah penumpang per hari mencapai 5,5 juta orang, subway kota New York menjadi salah satu sistem transportasi bawah tanah terkompleks di dunia.
Masalahnya, subway kota New York tidak senyaman sistem kereta bawah tanah di negara-negara maju lain seperti Jepang, Singapura, Jerman, atau Rusia. Kereta bawah tanah kota New York menurut saya cenderung kotor, lusuh, dan sering sekali mengalami perbaikan akibat kendala teknis.

Bisa dimaklumi mengingat sistem kereta ini telah dibuka sejak awal abad dua puluh, menjadikannya salah satu yang tertua di dunia. Faktor usia yang sudah cukup sepuh tersebut mau tidak mau mengharuskan subway kota New York untuk terus menerus direparasi.
Jika perbaikan sedang dilakukan, beberapa ruas akan ditutup, dan akan mengakibatkan delay keberangkatan di beberapa jalur. Delay dan penutupan jalur secara mendadak tersebut seringkali tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Hal lain yang juga sedikit merepotkan, penumpang harus memperhatikan informasi rute yang ada di depan kereta. Terkadang, satu kereta tidak berhenti di stasiun terakhir sesuai rute, namun berhenti beberapa stasiun sebelumnya sehingga penumpang harus turun dan menunggu kereta berikutnya.
Selain itu, beberapa jalur subway kota New York juga berbagi jalur dengan kereta lokal non ekspres, sehingga penumpang harus benar-benar memperhatikan kereta yang mereka naiki.
Bagi pengunjung yang pertama kali menggunakan layanan ini, tersesat adalah sebuah keniscayaan, meskipun Anda sudah berpatokan pada rute yang diinformasikan Google Map.

Peta subway Kota New York sebagai sarana bantu navigasi menurut saya juga sedikit membingungkan. Beberapa jalur kereta diberi kode warna yang serupa. Jalur 1, 2, 3 sama-sama diberi kode warna merah, sementara jalur 4, 5, 6, sama-sama diberi kode warna hijau. Demikian juga dengan jalur A, C, E (biru), B, D, F (oranye), atau N, Q, R, Q (kuning). Jika hanya berpatokan pada kode warna tanpa melihat nama jalurnya, sangat mungkin calon penumpang menaiki kereta yang salah.

Subway kota New York dibuka 24 jam dan penumpangnya diizinkan untuk minum dan makan (dalam batasan tertentu) di atas kereta. Akibatnya, ada lebih banyak sampah bertebaran, sementara waktu untuk melakukan servis dan pembersihan fasilitas sangat terbatas.
Wajar bila pengunjung akan merasa subway kota New York lebih jorok daripada sistem serupa di negara lain, demikian pula halnya dengan stasiun subway yang terkesan kurang terawat dan menguarkan bau pesing di beberapa tempat.
Bandingkan stasiun subway kota New York yang lusuh dan kumuh dengan stasiun-stasiun Metro Rusia yang cantik dan berkilau di sini dan di sini.
2. Selalu Ada Sampah di Jalanan
Sebagai kota berpenduduk lebih dari 9 juta jiwa, sampah telah menjadi bagian keseharian penduduk kota New York. Dengan jumlah penduduk sedemikian besar, jumlah sampah yang dihasilkan per harinya juga menjadi sangat besar.
Sebenarnya kota New York memiliki semacam Dinas Kebersihan yang bertugas mengumpulkan dan membersihkan sampah-sampah yang bertumpuk di tempat pengumpulan sampah komunal. Saya tidak tahu persis jadwal pengambilan sampah-sampah tersebut.

Hanya saja saat saya berada di kota ini, beberapa kali saya jumpai tumpukan sampah yang menggunung di sudut-sudut gedung, pinggir jalan, hingga tepian trotoar. Sampah-sampah berbungkus plastik hitam ini seringkali mengeluarkan bau yang kurang sedap. Di beberapa tempat, kantong-kantong sampah tersebut bahkan berlobang digerogoti tikus.
Hal yang sama juga berlaku di trotoar dan jalan-jalan kecil. Entah karena banyaknya pengunjung atau memang kebiasaan warganya yang kurang peduli dengan kebersihan, dengan mudah akan dapat ditemui sampah-sampah non organik dan sisa-sisa makanan berceceran di mana-mana.

Saya tidak bilang bahwa Jakarta sebagai ibukota negara kita lebih unggul dari New York dalam persoalan sampah, karena hal itu sama sekali tidak benar. Hanya saja, sebagai pengunjung dari negara dunia ketiga saya sempat berasumsi bahwa New York memiliki kualitas kebersihan yang sejajar dengan kota-kota besar negara maju lainnya, seperti Tokyo atau Singapura.
Sayangnya tidak.
3. Gelandangan dan Pengemis Di Mana-Mana
Selama berada di kota New York, saya sempat mengunjungi beberapa pusat keramaian seperti Times Square, Grand Central Station, Central Park, atau Fifth Avenue. Sepanjang pengamatan saya, tempat-tempat keramaian tersebut ternyata memiliki satu kesamaan: sama-sama dipenuhi oleh gelandangan dan pengemis.

Saat ini, gelandangan dan pengemis sepertinya menjadi ancaman masalah yang cukup berat bagi kota New York. Dengan mudah kita dapat menemukan orang-orang yang tidur di jalanan, di stasiun subway, di depan mall-mall, di pinggiran jalan utama, dan di pusat-pusat keramaian lainnya.
Umumnya mereka hanya duduk sambil menadahkan mangkuk untuk menampung uang dari pejalan kaki yang berseliweran. Sebagian lainnya memegang kertas kardus bertuliskan “Homeless” atau permohonan bantuan dan alasan kenapa mereka mengemis. Sisanya hanya tidur bergelung di jalan dalam balutan jaket dan tumpukan kain belel.

Beberapa kali pula saya temui gelandangan yang tidur di jalanan beralaskan sisa-sisa kardus. Beberapa di antaranya bahkan merupakan veteran perang yang akhirnya menggelandang di jalanan dengan hanya ditemani seekor anjing peliharaan.
4. Bau Pesing di Jalanan
Saat berjalan kaki menyusuri jalan-jalan dan trotoar di pusat-pusat keramaian kota New York, cobalah untuk tidak bergegas. Berjalanlah dengan santai sambil menikmati suasana. Saya jamin, dalam beberapa langkah, Anda akan mencium bau pesing yang entah datang dari mana.

Bau pesing ini mengingatkan pada aroma toilet umum yang lama tidak dibersihkan. Pertanyaannya, dari mana bau ini berasal? Entahlah. Bisa jadi dari sisa-sisa kencing anjing-anjing liar. Atau, bisa jadi pula, berasal dari manusia yang entah kenapa tidak mampu mencari toilet umum atau tempat buang air yang lebih layak, dan memutuskan menyirami lingkungan sekitar dengan urinnya.
Namun, saya tidak menuduh gelandangan dan pengemis sebagai pihak satu-satunya yang melakukannya. Bau pesing yang membuat mual tersebut bisa jadi disebabkan juga oleh random people atau turis-turis yang kebelet dan tidak tahu di mana lokasi toilet.

Di saat cuaca cerah dan suhu udara cukup panas, aroma pesing ini akan bercampur dengan bau sampah, bau keringat orang-orang yang berseliweran, serta dan bau metal terbakar yang bersumber dari terowongan subway yang keluar melalui lobang-lobang udara di jalan, menciptakan suatu kombinasi aroma yang membuat Anda berharap membawa masker untuk menutupi hidung dan mulut.
5. Terlalu Banyak Manusia dan Kemacetan
Jalanan kota New York sama seperti umumnya jalanan di Jakarta: Padat, penuh sesak kendaraan, dan seringkali macet.

Taksi-taksi kuning memenuhi jalanan kota, berdempetan dengan kendaraan pribadi, bus-bus ukuran besar yang membawa wisatawan, serta sepeda atau sepeda motor.

Jangan lupakan kebisingan yang tercipta dari banyaknya kendaraan tersebut. Suara klakson, sirine, ambulan, dan deru knalpot bersahut-sahutan di sela percakapan manusia-manusia yang memenuhi jalan dan suara-suara musik dari kios dan pertokoan.
Singkatnya, jalanan kota New York selalu padat, sesak dan berisik.
Hal yang sama juga berlaku di trotoar, ruang publik, dan tempat-tempat wisata. Jutaan manusia menyesaki tempat-tempat tersebut, menciptakan antrian panjang dan kondisi berdesakan di mana-mana.

Pada titik tertentu, seluruh keramaian dan kebisingan tersebut menimbulkan rasa jengah dan jenuh bagi pengunjung yang tidak terbiasa.
6. Penduduknya Terkesan Dingin dan Kurang Ramah
Entah perasaan saya saja atau memang demikian adanya, penduduk New York atau New Yorkers terasa cukup dingin. Mereka jarang tersenyum atau tersenyum balik jika disenyumi. Sepertinya ada hal-hal tertentu yang menciptakan jarak psikologis antara sesama warga kota maupun antara warga kota dengan pendatang.

Saat berkeliling di jalanan kota atau menaiki subway-nya, Anda akan berpapasan dengan ribuan orang dari berbagai negara, dengan beragam etnis, bahasa, atau agama. Kebanyakan dari masyarakat yang berpapasan memasang sikap tidak peduli dengan sekelilingnya.
Jika Anda tersesat dan bertanya, mereka masih akan menjawab pertanyaan dan membantu Anda, namun jangan berharap mereka akan memberikan jawaban dan bantuan sebagaimana tipikal masyarakat Jepang misalnya.

Ritme kehidupan yang sangat cepat di kota ini, memang memaksa masyarakatnya untuk memprioritaskan diri sendiri dan tidak terlalu memperhatikan orang-orang sekelilingnya.

Terlepas dari segala ketidaknyamanan yang saya sebutkan di atas, harus diakui: ada terlalu banyak hal menarik di New York, sehingga keenam hal yang tersebut di atas tidak lantas menjadi alasan untuk tidak mengunjungi salah satu kota paling terkenal di dunia tersebut.
Hmm.. ngomentarin point yg nomor 6, pengalaman gw beda sih. Gw malah ngerasa orang-orang di NYC malah lebih ramah dibanding orang-orang di Eropa. Kalo mereka lagi ga sibuk nyebrang jalan, mereka biasanya tetap mau koq negor dluan. Karena pada dasarnya orang amrik senang ngobrol basa-basi. Yg paling bikin termehek-mehek, gw pernah geret2 koper gw ke subway, turun tangga yang berlantai2 sendirian, tiba2 aja ada mas-mas yang langsung sigap bantu nurunin sampe persis tempat nunggu kereta nya. Trus kalo lo keliatan bingung dan nyasar aja, pasti ada orang yang beneran newyorker nyamperin lo nanya lo butuh bantuan apa ga. Jgn2 yg lo ketemu pendatang juga dah.. ;p
LikeLiked by 1 person
Wahh.. jangan-jangan gw nemunya sama visitor juga kali ya? Belum nemu sih yang chatty atau handy gitu waktu jalan di sana. Apa ini berarti kudu balik ke sana lagi? 😀
Emang beda ya kalau yang geret-geret koper ga kaya gembel, langsung dibantuin. Kalau gw yang ada dipanggilin polisi :))
LikeLike
Dengan kemacetan kayak gitu gak kebayang ya kalau ada syuting di sana dan harus ngeblok beberapa blok jalan gitu haha.
Yang aku dengar soal NYC emang gak se-wah yang ada di film, tapi tetap aja ada rasa penasaran pingin menjajal. Seru banget ini tulisannya. Dan penasaran, jaringan subway di NYC lebih njelimet dari Paris atau nggak hahaha. Harus nyobain langsung someday 🙂
LikeLiked by 1 person
Pasti gede juga bayar ke pemdanya buat ngeblok jalan atau lokasi tertentu buat syuting film kayanya ya. Tapi kalo buat studio film-film blockbuster mungkin duit segitu ga masalah, tinggal warganya aja yang misuh-misuh ketiban macet tambahan haha.
New york masih tetap menarik sih sebenernya, tapi memang aslinya banyak juga lokasi-lokasi yang shady dan ga se-wah yang kita lihat di film.
Untuk subway, menurut saya pribadi sih masih jauh lebih bagus kereta-kereta subway di asia tenggara. Semoga satu hari bisa mencoba langsung ya, mas! 😀
LikeLiked by 1 person
Amin, tadinya US tuh gak pernah ada jadi prioritas. Eh belakangan kok makin ngebet ke sana haha. Penasaran sama Visanya, dan pengen ke Utah.
LikeLiked by 1 person
Visa US memang relatif sulit kayanya dapatnya, tapi sekali dikasi itu bisa dapat multiple entry dan berlakunya 5 tahun. jadi ya layak diperjuangkan hehe.
Sejak era Trump kayanya visa US mungkin makin bakalan susah buat negara-negara tertentu ya mas. Apalagi kemaren yang rusuh di Philly pelakunya ada juga yang keturunan Indo. Semoga ga ngefek ke pemberian visa buat WNI sih.
LikeLike
Patung Liberty dan penjahat, sama NYPD kalo liat New York di tv, sama orang2 yg kalo jalan kayak lagi dikejar musuh hihi…
Nggak nyangka kalo banyak sampah dan homeless dimana2… Mungkin kayak anekdot New York lebih kejam dari ibu tiri yah? #eh
aku yg baru naik MRT di singapura aja suka nyasar, kayaknya harus bawa orang yang bisa baca peta deh mas kalo ke NY..
Menarik nih sisi kelam New York, biasanya saya baca yg manis2 aja soal New York 😉
LikeLiked by 1 person
Mungkin di mana-mana kota besar pasti ada sisi kurang okenya ya mas. Tapi seperti biasa yang dijual di tivi dan film ya sisi yang bagus-bagus doang hehe.
Mapnya subway NYC cukup kompleks sih mas, kadang ngandelin google map juga masih nyasar haha.
LikeLiked by 1 person
Nah, kayaknya makin menantang di New York kalo kesana… Haduh, saya mah cuma berani bermimpi bisa kesana huhu 🙂
LikeLiked by 1 person
Tapi kan orang bilang semua berawal dari mimpi, mas. Yang dikira ga mungkin juga bisa kesampean kan hehe.
LikeLiked by 1 person
Benar juga sih mas, tapi kalo ke sini, kayaknya masih jauh hehe.. Thanks anyway 🙂
LikeLiked by 1 person
Sempat mampir ke bar di sana, Mas Ikhwan? Saya jadi penasaran kenyataan di bar di New York bagaimana. Soalnya terlalu sering diangkat ke film atau serial televisi. 😀
LikeLiked by 1 person
Pas di NY dulu ga sempat main ke barnya, Mas Shige. Tapi mungkin mirip-mirip tipikal bar di eropa juga kali ya, di mana bar-bar lebih banyak menjadi tempat untuk minum, ngumpul-ngumpul, dan (sesekali) bercakap-cakap. Ga semua bar menyediakan arena untuk ajeb-ajeb dengan musik yang menghentak misalnya. Beberapa bar yang sempat saya kunjungi malah fokus pada live music yang calming dengan rutin menyajikan gig-gig dari musisi lokal.
LikeLiked by 1 person
Kayaknya fungsi bar/pub buat orang di sana hampir sama kayak kedai kopi di kita, ya, Mas? Mungkin versi yang lebih hardcore. 🙂
LikeLiked by 1 person
Setidaknya dari beberapa bar yang pernah saya kunjungi sih gitu ya. Ada juga sih yang hingar-bingar buat ajeb-ajeb. Bisa jadi juga ada bar-bar tematik lain yang menyasar segmen pasar tertentu tergantung demand, semacam bar yang khusus mainin musik jazz, atau ada pertunjukan stand up comediannya. Hehe.
LikeLiked by 1 person
Wah, jadi penasaran. Mudah-mudahan suatu saat bisa mampir ke sana. 😀
LikeLiked by 1 person
Orang bilang kata adalah pangkal doa. One day you will, Mas!
LikeLike
Meskipun banyak hal-hal yang ga disukanya, tapi jujur NYC ini salah satu kota yang menarik sih, Mba. Semacam ngeselin tapi ngangenin gitu hahaha..
Bener banget, Mba, banyak banget film-film besar dan series yang mengambil lokasi di sini. Di sudut-sudut yang artsy dan keren. Salah satu yang cukup iconic itu apartemennya Friends atau cafenya Serendipity. Semoga satu hari berkesempatan main ke Big Apple ya, Mba!
Sama-sama, Mba Justin. Makasi banyak udah baca 🙂
LikeLike
Setujuuu sama kalimat penutupnya. Sebuah kota pasti punya kekurangan, dan kelebihannya juga pasti banyak. Sudah ketebak sih ya sekeras apa kehidupan di kota metropolitan terpadat di dunia ini. Pasti banyak hal-hal ironis, kayak di satu sisi, kehidupan glamor di upper west side. Di sisi lain ya kayak banyak homeless, pengemis, bau-bau pesing.
Tapi jujur, saya tetap kepingin main ke New York, Wan. Hal-hal artsy dan keren yang di film-film, duh pengin banget ngerasain langsung! Apalagi itu drama subwaynya hahaha.
Thank youuu ceritanya ya!
P.S. komen yg sebelumnya hapus saja ya Ikhwan, salah tempat kok malah reply wkwk.
LikeLiked by 1 person
Meskipun banyak hal-hal yang ga disukanya, tapi jujur NYC ini salah satu kota yang menarik sih, Mba. Semacam ngeselin tapi ngangenin gitu hahaha..
Bener banget, Mba, banyak banget film-film besar dan series yang mengambil lokasi di sini. Di sudut-sudut yang artsy dan keren. Salah satu yang cukup iconic itu apartemennya Friends atau cafenya Serendipity. Semoga satu hari berkesempatan main ke Big Apple ya, Mba!
Sama-sama, Mba Justin. Makasi banyak udah baca 🙂
LikeLike