Pukul empat sore.
Saat saya sedang duduk menikmati setiap centimeter rambut saya dipotong di sebuah kios tukang pangkas, dua orang anak kecil masuk bersama bapaknya. Sepertinya punya maksud sama dengan saya, merapikan rambut yang sudah mulai panjang tak beraturan.
Sang kakak duduk di kursi, siap untuk dirapikan rambutnya. Sementara si adik jongkok di pojokan, bermain mobil-mobilan sambil menunggu giliran. Sang bapak sementara itu, membuka koran yang disediakan si tukang pangkas dan mulai membaca.
Tidak berapa lama, si kakak dipotong rambutnya. Dan setiap beberapa saat, kepalanya terayun ke depan menahan kantuk. Setiap kali pula, si tukang pangkas memegang kepalanya agar tidak terus mengayun ke depan.
Suatu sore di tukang pangkas sederhana, saya seolah melihat kembali diri saya di masa lalu, saat bersama saudara-saudara dibawa Ayah untuk potong rambut di tukang pangkas langganan kami.
Dan tanpa terasa, haru itu menyeruak di sela senyum bahagia.