Senandika Malam

Wajah yang Dipaku Topeng

IMG_1483

Sebagai manusia, kita ditakdirkan untuk tertarik pada beragam hal guna melengkapi kepribadian kita. Kalau sudah suka dan tertarik pada suatu hal, kita biasanya tidak segan melakukan segala upaya agar kesenangan tersebut dapat terpenuhi. Membaca, menonton, mendengarkan musik, dan sebagainya.

Orang lain mungkin punya ketertarikan pada hal yang berbeda-beda, dan tidak ada satupun yang bisa memaksa kita untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu.

Bagaimana jika ketertarikan kita terhadap sesuatu itu palsu? Ya, palsu. Kadang saya berpikir bahwa kita seringkali hidup dengan memakai topeng kepalsuan. Tidak mesti dalam hal yang muluk dan besar. Acapkali dalam hal yang sederhana. Topeng-topeng tersebut kita pakai secara sengaja, namun lebih sering tanpa kita sadari.

Jika bos di kantor kebetulan menyukai musik, maka tiba-tiba saja orang-orang disekelilingnya berlagak paling ahli dan paham soal musik. Jika wanita incaran kita sedang gandrung dengan suatu hal, maka tiba-tiba saja kita sebagai pria memaksakan diri untuk paling paham soal kesenangannya tersebut. Googling di internet, tanya sana-sini, agar si perempuan memandang kita sebagai orang yang tahu akan kesenangannya.

Kadangkala, jika kita berada dan hidup di lingkungan orang-orang kutu buku, terpaksa kita berpura-pura menyukai buku dan suka membaca, hanya agar dapat diterima di lingkungan tersebut. Semata karena basa-basi.

Kita takut, jika kita tidak memakai topeng tadi, kita akan terusir dan terkucilkan. Padahal sejatinya, jauh di dalam hati, kita merasa tersiksa karena menipu diri. Kita muak dengan topeng yang kita pakai.

Kalau sekiranya itu yang terjadi, sebaiknya tidak usah repot melanjutkan dan berlagak tertarik pada hal-hal yang sebenarnya sama sekali tidak kita sukai. Sekedar untuk basa-basi pergaulan sih tidak apa, tapi kalau sampai menipu diri, apa manfaatnya? Akan lebih baik jika sisi diri kita sebenarnya yang kita tonjolkan.

Jika kita memang tidak suka membaca, mengapa harus memaksakan diri pura-pura suka membaca hanya agar orang lain tidak kecewa? Mungkin kita tidak gemar membaca, namun kita gemar dan mahir bermusik. Buatlah orang-orang tadi terpukau dengan kemampuan bermusik kita. Mereka akan lebih menghargai kita karena kita memiliki sesuatu yang tidak mereka punya. Sementara bagi diri kita, itu akan lebih menyenangkan karena tidak lagi perlu berpura-pura yang melelahkan.

Tapi, ya, kadang tuntutan hidup, ambisi dan ekspektasi dari lingkungan sekitar membuat kita memelihara topeng kepalsuan tersebut.

Kemudian datang masanya, saat kita berkaca, melihat diri kita yang palsu. Kita sadar dan merasa bahwa itu sama sekali bukan diri kita. Lalu kemudian merasa malu. Nah, jika saat itu datang, itulah momentum bagi kita untuk berubah. Jadi diri sendiri sesuai kehendak hati, bukan jadi yang orang lain mau. Dan ini sulit. Sungguh. Tapi, tetap semangatlah untuk mencoba.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: